KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul “POKOK-POKOK PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH” Makalah ini berisikan keyakinan, dan apa-apa saja yang menjadi cita-cita muhammadiah.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang cita-cita yang akan dicapai oleh
muhammadiah. Kami menyadari bahwa Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Cirebon , 27 MARET
2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Pada Muktamar ke-37 muhammadiyah melahirkan kebijakan atau gerakan
’’Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah’’ melalui gerakan‘’Re-Tajdid’’
(memperbarui kembali gerakan muhammadiyah melalui ”tajdid” di bidang idiologi
(keyakinan dan cita-cita hidup), garis pejuangan (khitah), amal usaha dan
organisasi (Haedar Nashir, 1992 :30) dalam sidang tanwir tahun
1968, telah di setujui pikian untuk pembinaan kembali (tajdid) ideologi/
keyakinan hidup dalam Muhammadiyah, selai itu dibentuk panitia dengan nama
panitia tajdid yang diberi tugas antara lain merumuskan idiologi /keyakinan
hidup dan khitah perjuangan. Berdasarkan mandat tanwir tersebut,
dilakukan pembahasan tentang “tajdid”dibidang keyakinan dan cita-cita hidup,
khitah dan hal-hal mendasar lainya untuk dibahas dalam Muktamar ke-37 tahun
1968 di yogyakarta. Dan pokok-pokok yang ada dalam muhammadiyah akan dibahas
dalam makalah ini.
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana khittah perjuangan Muhammadiyah di Indonesia ?
2. Bagaimana Faham Agama dalam Muhammadiyah?
3. Bagaiman keyakinan hidup islam Muhammadiyah?
BAB I
KHITTAH
PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Khittah artinya garis besar perjuangan. khittah
itu mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan,
pedoman, dan arah perjuangan. hal tersebut mempunyai arti penting karena
menjadi landasan berpikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota
muhammadiyah. garis-garis besar perjuangan muhammadiyah tersebut tidak boleh
bertentangan dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.
1.1 Enam Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Isi khittah harus sesuai dengan
tujuan Muhammadiyah, khittah itu disusun sesuai dengan perkembangan zaman.
1. Langkah 12
Muhammadiyah 1938-1940
a. Memperdalam Masuknya
Iman.
Hendaklah
iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya, yakni diberi
riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan, sampai
iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari
kita, sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.
b. Memperluas Faham Agama.
Hendaklah
faham agama yagn sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya,
boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah
mengerti perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna,
maka, mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
c. Memperbuahkan Budi Pekerti.
Hendaklah
diterangkan dengan jelas tentang akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang tercela
serta diperbahaskannya tentang memakainya akhlaq yang mahmudah dan
menjauhkannya akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan kita, ya
seorang sekutu Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik lagi berjasa.
d. Menuntun Amalan Intiqad (self correctie).
Hendaklah
senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri (self correctie), segala usaha
dan pekerjaan kita, kecuali diperbesarkan, supaya diperbaikilah juga. Buah
penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan di tempat yang tentu, dengan dasar
mendatangkan maslahat dan menjauhkan madlarat, sedang yang kedua ini
didahulukan dari yang pertama.
e. Menguatkan Persatuan.
Hendaklah
menjadikan tujuan kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi dan
mengokohkan pergaulan persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan
memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran kita.
f. Menegakkan Keadilan.
Hendaklah
keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai badan sendiri, dan
ketetapan yang sudah seadil-adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga.
g. Melakukan Kebijaksanaan.
Dalam gerak
kita tidaklah melupakan hikmah, hikmah hendaklah disendikan kepada Kitabullah
dan Sunnaturrasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi ke-dua pegangan kita itu,
mestilah kita buang, karena itu bukan kebijaksanaan yang sesungguhnya. Dalam
pada itu, dengan tidak mengurangi segala gerakan kemuhammadiyahan, maka pada
tahun 1838-1940 H. Muhammadiyah mengemukakan pekerjaan akan:
h. Menguatkan Majlis Tanwir.
Sebab majlis
ini nyata-nyata berpengaruh besar dalam kalangan kita Muhammadiyah dan sudah
menjadi tangan kanan yang bertenaga disisi Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah, maka
sewajibnyalah kita perteguhkan dengan diatur yang sebaik-baiknya.
i. Mengadakan Konperensi Bagian.
Untuk
mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah bagian kita, maka hendaklah
kita berikhtiar mengadakan Konperensi bagian, umpama: Konperensi Bagian:
Penyiaran Agama seluruh Indonesia dan lain-lain sebagainya.
j. Mempermusyawaratkan Putusan.
Agar dapat
keringanan dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada keputusan
yang mengenai kepala Majlis (Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang bersangkutan
itu lebih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara menghasilkannya
dengan segera.
k. Mengawaskan Gerakan Jalan.
Pemandangan
kita hendaklah kita tajamkan akan mengawasi gerak kita yang ada di dalam
Muhammadiyah, yang sudah lalu, yang masih langsung dan yang bertambah (yang
akan datang/berkembang).
l. Mempersambungkan Gerakan Luar.
Kira
berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain
persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim,
tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya
masing-masing, terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin
Islam.
2. Khittah
Palembang 1956-1959
a. Menjiwai pribadi
anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid,
menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak,
memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh
keyakinan dan rasa tanggung jawab.
b. Melaksanakan uswatun hasanah.
c. Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.
d. Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak.
e. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.
f. Memperoleh ukhuwah
sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk mengantisipasi
bila terjadi keretakan dan perselisihan.
g. Menuntun penghidupan anggota.
3. Khittah
Ponorogo 1969
Kelahiran
Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah
tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan
melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah
sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam
bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga khittah
ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah
ujung pandang.
4. Khittah
Ujung Pandang 1971
a) Muhammadiyah adalah
Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan
masyarakat.
b)Setiap anggota Muhammadiyah
sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain,
sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
Persyarikatan Muhammadiyah.
c) Untuk lebih
memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam setelah pemilu tahun
1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan
positif terhadap partai muslimin Indonesia.
d) Untuk lebih
meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
5. Khittah
Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)
a) Muhammadiyah adalah
Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan
masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan
afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.
b) Setiap anggota
Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki
organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
6. Khittah
Denpasar 2002
Dalam Posisi yang demikian maka sebagaimana khittah Denpasar, muhammadiyah
dengan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus
dan orientasi utama gerakannya dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan
atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan peran berbangsa dan
bernegara.
1.2 Maksud dan Tujuan
Sebagai tuntunan, sebagai pedoman dan arahan untuk berjuang bagi anggota
maupun pimpinan Muhammadiyah.Sedangkan Fungsi khittah tersebut Sebagai
landasan berpikir bagi semua pimpinan dan anggota Muhammadiyah dan yang menjadi landasan berpikir bagi setiap amal usaha
muhammadiyah.
BAB II
FAHAM AGAMA MENURUT MUHAMMADIYAH
2.1 Faham Agama
(Islam) Menurut Muhammadiyah
Agama yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad s.a.w. Ialah apa
yang diturunkan oleh Allah di dalam al-Quran dan yang tersebut dalam Sunnah
yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk
untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat (Himpunan Putusan Tarjih, 1987:
276)
Islam secara normatif harus dipahami secara tepat, dan pada tahap
implementasinya. memerlukan kecerdasan umatnya untuk menerjemahkan dalam
konteks yang berbeda-beda. Itulah kurang lebih yang meresahkan KH A. Dahlan, setelah melalui pengembaraan
intelektualnya dalam realitas kehidupan umat Islam yang
ternyata menurut pengamatannya masih memahami dan mengamalkan Islam
secara sinkretik. Ketika pengertian tentang (agama) Islam sudah dipahaminya,
lalu muncul pemikiran pada dirinya bahwa untuk melaksanakan (agama)
Islam sebagaimana yang dipahaminya itu umat Islam di
Indonesia, bahkan di seluruh dunia, harus diberi pengertian yang tepat tentang
(agama) Islam, lalu diarahkan untuk dapat melaksanakannya secara proporsional.
Itulah gagasan KHA. Dahlan yang kemudian dikenal luas sebagai
seorang Kyai yang sangat cemerlang pada masanya, di ketika hampir semua orang
di sekelilingnya merasa puas dengan apa yang (sudah) ada, menikmati kejumudan
dan menjadi muqallid a’mâ (loyalis a priori).
KH A. Dahlan memahami bahwa al-Quran adalah
sumber utama yang menjadi rujukan baku untuk siapa pun, di mana pun dan kapan
pun dalam ber-(agama)-Islam. Konsep normatif Islam sudah tersedia secara utuh
di dalamnya (al-Quran) dan sebegitu rinci dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w. di
dalam sunnahnya, baik yang bersifat qaulî, fi’lî dan taqrîrî. Hanya saja apa
yang dikerjakan oleh Rasulullah s.a.w. perlu diterjemahkan ke dalam konteks
yang berbeda-beda, dan oleh karenanya “memerlukan ijtihad”.
Ijtihad dalam ber-(agama)-Islam bagi KHA. Dahlan
adalah “harga mati”. Yang perlu dicatat bahwa Dia menganjurkan umat Islam untuk
kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah secara kritis. Ia menyayangkan sikap
taqlid umat Islam terhadap apa dan siapa pun yang pada akhirnya menghilangkan
sikap kritis. Ia sangat menganjurkan umat Islam agar memiliki keberanian untuk
berijtihad dengan segenap kemampuan dan kesungguhannya, dan dengan semangat
untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah ia pun ingin merombak sikap taqlid menjadi minimal menjadi
sikap ittiba’. Sehingga muncullah kolaborasi antara para Mujtahid dan Muttabi’
yang secara sinergis membangun Islam Masa Depan, bukan Islam Masa Sekarang yang
stagnant (jumud, berhenti pada kepuasaan terhadap apa yang sudah diperoleh),
apalagi Islam Masa Lalu yang sudah lapuk dimakan zaman. Semangatnya mirip
dengan Muhammad Abduh: “al-Muhâfadhah ‘Alâ al-Qadîm ash-Shâlih wa al-Akhdzu bi
al-Jadîd al-Ashlah” .
Prinsip-prinsip Utama Pemahaman Agama
Islam Muhammadiyah memperkenalkan dua prinsip utama pemahaman (agama)
Islam:
1. Ajaran agama Islam yang
otentik (sesungguhnya) adalah apa yang terkandung di dalam al-Quran dan
as-Sunnah dan bersifat absolut. Oleh karena itu, semua orang Islam harus
memahaminya.
2. Hasil pemahaman terhadap
al-Quran dan as-Sunnah yang kemudian disusun dan dirumuskan menjadi kitab
ajaran-ajaran agama (Islam) bersifat relatif.
Dari kedua prinsip utama tersebut, pendapat-pendapat Muhammadiyah tentang
apa yang disebut doktrin agama yang dirujuk dari al-Quran dan as-Sunnah selalu
(dapat) berubah-ubah selaras dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan zaman. Hal
ini bukan berarti Muhammadiyah tidak bersikap istiqamah dalam beragama, tetapi
justeru memahami arti pentingnya ijtihad dalam menyusun dan merumuskan kembali
pemahaman agama (Islam) sebagaimana yang diisyaratkan oleh al-Quran dan
as-Sunnah. Dipahami oleh Muhammadiyah bahwa al-Quran dan as-Sunnah bersifat
tetap, sedang interpretasinya bisa berubah-ubah. Itulah konsekuensi
keberagamaan umat Islam yang memahami arti universalitas kebenaran ajaran agama
yang tidak akan pernah usang dimakan zaman dan selalu selaras untuk diterapkan
di mana pun, kapan pun dan oleh siapa pun.
Ø Mengamalkan
al-Quran
Untuk memahami al-Quran – menurut Muhammadiyah –
diperlukan seperangkat instrumen yang menandai kesiapan orang untuk
menafsirkannya dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Semangatnya sama
dengan ketika seseorang berkeinginan untuk memahami Islam, yaitu: “ijtihad”.
Kandungan al-Quran hanya akan dapat dipahami oleh orang yang memiliki
kemauan dan kemampuan yang memadai untuk melakukan eksplorasi dan penyimpulan
yang tepat terhadap al-Quran. Keikhlasan dan kerja keras seorang mufassir
menjadi syarat utama bagi setiap orang yang ingin secara tepat memahami
al-Quran. Meskipun semua orang harus sadar, bahwa sehebat apa pun seseorang, ia
tidak akan dapat menemukan kebenaran sejati, kecuali sekadar menemukan
‘kemungkinan-kemungkinan’ kebenaran absolut al-Quran yang pada akhirnya
bernilai “relatif”. Akhirnya, kita pun dapat memahami dengan jelas sebenar apa
pun hasil pemahaman orang terhadap al-Quran, tafsir atasnya (al-Quran) tidak
akan menyamai “kebenaran” al-Quran itu sendiri. Karena al-Quran adalah
“kebenaran ilahiah”, sedang “tafsir atas al-Quran” adalah “kebenaran insaniah”.
Akankah kita menyatakan bahwa Manusia akan “sebenar” Tuhan? Jawaban tepatnya:
“mustahil”. Oleh karena itu, yang dituntut oleh Allah kepada setiap muslim
hanyalah berusaha sekuat kemampuannya untuk menemukan kebenaran absolut al-Quran,
bukan “harus menghasilkan kebenaran absolut”, karena kenisbian akal manusia
tidak akan pernah menggapai kemutlakan kebenaran sejati dari Allah:
”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala [dari kebajikan] yang diusahakannya dan ia mendapat siksa [dari kejahatan] yang dikerjakannya...” (QS al-Baqarah, 2: 286)
Akhirnya, kita pun harus sadar bahwa tidak akan ada pendapat (hasil
pemahaman al-Quran) yang pasti benar. Tetapi sekadar “mungkin benar”.
Ø Mengamalkan Ajaran
Islam Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah
Ketika kita berkesimpulan bahwa hasil pemahaman
siapa pun, kapan pun dan di mana pun terhadap al-Quran adalah relatif, maka
alangkah bijaksananya bila kita rujuk as-Sunnah sebagai panduan dalam beragama.
Karena, bagaimanapun relatifnya hasil pemahaman al-Quran, hasil interpretasi
Rasulullah s.a.w. baik dalam bentuk perkataan, tindakan dan taqrîr merupakan
interpretasi atas al-Quran yang “terjamin” kebenarannya. Asumsi ini didasarkan
pada paradigma “’ishmah ar-rasûl”. Ada jaminan dari Allah bahwa Nabi Muhammad
s.a.w. akan selalu benar dalam berijtihad, karena setiap langkahnya akan selalu
diawasi oleh-Nya. Teguran atas kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
s.a.w. akan selalu dilakukan oleh Allah, dan hal itu tidak dijamin akan terjadi
pada selain Rasulullah s.a.w.
Persoalannya sekarang, seberapa mungkin kita
kita (umat Islam) berkemampuan untuk menerjemahkan as-Sunnah dalam realitas
kehidupan kita? Dan pola apakah yang paling tepat untuk kita pilih? Ternyata
kita pun sering terjebak pada ketidaktepatan dalam menerjemahkannya
(as-Sunnah), karena keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki. Kita pun sering
melakukan kesalahan dalam memilih pola yang tepat untuk memahami as-Sunnah. Mungkin
terjebak pada kutub ekstrem “tekstual”, atau “rasional” yang mengarah pada
kontekstualisasi yang eksesif (berlebihan).
Untuk itu, menurut pendapat penulis, yang kita
perlukan sekarang adalah: “membangun kearifan” menuju pada “pemahaman yang
sinergis dan seimbang”. Seperti – misalnya – apa yang dilakukan dalam proyek
besar pemasaran gagasan “Islam Kontekstual” yang dilakukan – misalnya -- oleh
Dr. Yusuf al-Qaradhawi, dengan berbagai modifikasi yang diperlukan.
Ø Berislam
Secara Dewasa
Muhammadiyah selama ini memperkenalkan Islam
yang “arif”, yang dirujuk dari apa yang dikandung dalam al-Quran dan as-Sunnah
dengan memperkenalkan pola “istinbath” yang proporsional.
Muhammadiyah menyatakan diri tidak bermazhab, dalam arti tidak mengikatkan
diri secara tegas dengan mazhab-mazhab tertentu baik secara qaulî maupun
manhajî. Tetapi Muhammadiyah bukan berarti antimazhab. Karena, ternyata dalam
memahami Islam Muhammadiyah banyak merujuk pada pendapat orang dan utamanya
juga Imam-imam mazhab dan para pengikutnya yang dianggap “râjih” dan
meninggalkan yang “marjûh”.
Pola pikir yang diperkenalkan Muhammadiyah dalam memahami ajaran Islam
adalah berijtihad secara: bayânî, qiyâsî dan ishtishlâhî. Yang ketiganya
dipakai oleh Muhammadiyah secara simultan untuk menghasilkan pemahaman Islam
yang kontekstual dan bersifat (lebih) operasional.
Ijtihâd bayânî dipahami sebagai bentuk pemikiran kritis terhadap nash
(teks) al-Quran maupun as-Sunnah; ijtihâd qiyâsî dipahami sebagai penyeberangan
hukum yang telah ada nashnya kepada masalah baru yang belum ada hukumnya
berdasarkan nash, karena adanya kesamaan ‘illât; dan ijtihâd ishtishlâhî
dipahami sebagai bentuk penemuan hukum dari realitas-empirik berdasarkan pada
prinsip mashlahah, karena tidak adanya nash yang dapat dirujuk dan tidak adanya
kemungkinan untuk melakukan qiyâs.
Hasil pemahaman dari upaya optimal dalam
berijtihad inilah yang kemudian ditransformasikan ke dalam pengembangan
pemikiran yang -- mungkin saja – linear atau berseberangan, berkaitan dengan
tuntutan zaman. Demikian juga dalam wilayah praksis, tindakan keberagamaan yang
ditunjukkan dalam sikap dan perilaku keagamaan umat Islam harus juga mengacu
pada kemauan dan kesediaan untuk melakukan kontekstualisasi pemahaman keagamaan
(Islam) yang bertanggung jawab. Tidak harus terjebak pada pada pengulangan dan
juga pembaruan, yang secara ekstrem berpijak pada adagium “purifikasi” dan
“reinterpretasi” baik yang bersifat dekonstruktif maupun rekonstruktif.
Sekali lagi, yang perlu dibangun adalah: “kearifan” dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Di mana pun, kapan pun dan oleh dan kepada siapa pun. Sebab, keislaman kita adalah “keislaman: yang harus kita pertaruhkan secara horisontal dan sekaligus vertikal”.
BAB III
KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
3.1 Sejarah Perumusan
Keyakinan
dan cita-cita hidup muhammadiyah disahkan oleh Mu’tamar Muhammadiyah ke-37 yang
diselenggarakan pada tahun 1968 di kota Yogyakarta. Dalam sidang Tanwir
menjelang Muktamar ke-37 dibahas berbagai masalah yang akan dijadakan acara
Mu’tamar, antara lain dibahas tentang perlunya tajdid di segala bidang,
termasuk tajdid ideologi Muhammadiyah. Gagasan tersebut dapat diterima oleh
sidang, dan untuk merumuskannya, oleh sidang diserahkan kepada suatu panitia.
Hasil rumusan dari panitia ini selanjutnya dibawa ke Mu’tamar ke37. Setelah
melalui berbagai pembahasan akhirnya disetujui oleh Mu’tamar dengan catatan
agar rumusan tersebut disempurnakan oleh PP Muhammadiyah.
Rumusan PP Muhammadiyah dalam
hal ini biro ideologi yang melaksanakan amanat dan tugas dari Mu’tamar
seterusnya menyerahkan kepada sidang Tanwir yang berlangsung di Ponorogo.
3.2 Matan atau Teks
Rumusan yang kemudian menjadi
gagasan adalah sebagai berikut:
Keyakinan dan cita-cita hidup
muhammdiyah
Muhammadiyah adalah gerakan
berdasarkan islam, bercita-cita dan berkerja untuk terwujudnya masyarakat utama
adil makmur yang diridhoi oleh Alloh SWT untuk melaksanakan fungsi dan misi
manusia sebagai hamba dan khalifah dimuka bumi.Muhammadiyah juga berkeyakinan
bahwa islam adalah agama Alloh yang diwahyukan kepada para Rosul-Nya sejak nabi
Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup
Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Alloh kepada unmat manusia sepanjang
masa dan menjamin kesejahteraan materil dan spiritual duniawi dan ukhrowi.
Muhammadiyah
dalam mengamalkan islam juga berdasarkan Al Qur’an kitab Alloh yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW dan sunah Rosul yang berisi penjelasan dan pelaksanaan
ajaran-ajaran Al Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam. Muhammadiyah
bekerja untuk terlaksanakannya ajaran-ajaran islam yang meliputi bidang-bidang
aqidah, ahlak, ibadah, muamalat duniawiyah.
Dalam bidang
aqidah muhammadiyah bekerja untuk terlaksanakannya aqidah islam yang murni
bersih dari gejala-gejala kemusrikan, bid’ah dan khurofat tanpa mengabaikan
prinsip toleransi menurut ajaran islam , sedangkan dalam bidang aqlak,
muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai aqlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran-ajaran Al Qur’an dan sunah Rosul, tidak bersendi kepada
nilai-nilai ciptaan manusia.
Muhammadiyah
dalam bidang ibadah bekerja sesuai dengan tuntunan Rosululloh SAW tanpa
tambahan dan perubahan dari manusia, sedangkan dalam muamalat duniawiyah
(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat)denagn berdasarkan ajaran agama serta
menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa
Indonesia yang telah mendapatkan karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai
sumber-sumber kekayaan,kemerdekaan bangsa dan Negara republik Indonesia
berfalsafah pancasila,agar menjadikan Negara yang adil dan makmur diridhoi
Allah SWT.
Rumusan
Matan keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah terdiri dari lima angka,kelima angka
tersebut dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu:
Pokok-pokok persoalan yang
besifat ideologis sebagaimana tersimpul dalam angka satu dan dua adalah:
1) Dasar
|
:
|
Muhammadiyah adalah gerakan berdasarkan islam
|
2) Cita-cita
|
:
|
Bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama adil makmur
yang di ridhoi oleh Allah SWT.
|
3) Ajaran
|
:
|
Ajaran yang digunakan untuk melaksanakan dasar dalam mencapai cita-cita
ajaran islam yaitu agama Allah,hidayat dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa,dan menjamin kesejahteraan hidup materi dan spiritual duniawi
dan ukhrowi.
|
Keyakinan
dan cita-cita hidup muhammadiyah ditentukan dan disinari oleh islam ,islam
sebagai sumber ajaran yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidup
muhammadiyah.Hidup beribadah menurut ajaran islam adalah hidup bertaqarub
kepada Allah denagan menunaikan amanat serata mematuhi ketentuan yang telah
menjadi peraturan agar mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Dengan diajarkan mata pelajaran
Kemuhammadiyahan, mereka dapat mengenal tentang apa dan diapakah muhammadiyah
itu, mengenal perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat
menegtahui secara obyektif, bahwa persayarikatan muhammadiyah merupakansebuah
Gerakan Islam di Indonesia yang telah berjasa dalam keikutsertaannya menmbangun
bangsa Indonesia dalam upaya menemukan jati dirinya sejak zaman penjajahan
Hindia Belanda hingga dewasa ini. Muhammadiyah telah menyumbangkan adilnya
kepada bangsa Indonesia dengan memberikan putera-puteri terbaiknya untuk
berjuang dikancah perjuangan bangsa dan Negara Republik Indonesia
Hal-hal yang perlu dipelajari
Untuk mengenal secara utuh,
bulat dan integral tentang apa dan siapakah muhammadiyah itu, setidak-tidaknya
ada tiga pendekatan yang harus dipergunakan
Ketiga pendekatan tersebut
satu sama lain saling lengkap melengkapi. Ketiga pendekatan itu ialah :
1) Pendekatan Historis
Aspek pertama untuk mengenal
Persyarikatan Muhammadiyah adalah lewat pendekatan historis atau pendekatan
kesejarahan. Dengan pendekatan seperti ini berarti mempelajari tentang latar
belakang berdirinya, sejarah perkembangannya, berbagai amal usaha dan
hasil-hasilnya yang telah dicapai dan sebagainya. Sekaligus juga mempelajari
cirri-ciriya yang khas yang melekat pada jati diri Muhammadiyah, yang
membedakan dengan gerakan-gerakan lainnya, yang tumbuh dan berkembang baik di
Indonesia maupun yang di Alam Islam (dunia Islam).
2) Pendekatan Ideologis
Aspek kedua untuk mengenal
persyarikatan muhamamdiyah adalah lewat pendekatan ideologis atau pendekatan
dari segi keyakinan dan cita-citanya. Pendekatan aspek yang kedua ini dapat
dikatakan pendekatan yang paling penting, sebab lewat pendekatan kedua ini akan
dikenal tentang hakekat atau jatidiri Muhammadiyah yang sebenar-benarnya. Lewat
tilikan aspek ini akan dapat dikenal watak dan kepribadiannya, dikenal
dorongan-dorongan yang menggerakkan seluruh aktifitas Muhammadiyah, dikenal
juga apa yang menjadi pandangan atau keyakinan hidupnya serta apa yang menjadi
cita-cita perjuangannya.
Dalam pendekatan aspek
idiolagis ini ada tiga materi yang tidak boleh dilewatkan untuk dikaji dan
dibahas secara mendalam, yaitu ‘Kepribadian Muhammadiyah’, ‘Mukadimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah’ dan ‘Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
3) Pendekatan Struktural
Yang dimagsud dengan
pendekatan structural tidak lain pendekatan dari segi susunan organisasinya.
Mempelajari organisasi muhammadiyah tidak lain kecuali mempelajari bagaimanakah
Muhammadiyah melancarkan amal usahanya dengan system organisasi, bagaimanakah
muhammadiyah menyusun tenaga manusia yang ada didalmnya, mengatur tugas,
cara-cara pengerahan dan pengerahan aktifitasnya, jalinan hubungan dan usaha pengerahan
dan fasilitas yang semua diatur secara rapid an tertib sehingga gerakannya
menjadi lincah, dinamis dan luwes. Sekaligus dengan pendekatan yang ketiga ini
pula akan dikenal khittah perjuangan Muhammadiyah atau strategi dasar
perjuangan Muhammadiyah.
Faham Agama
Agama islam adalah agama Allah
yang diturunkan kepada para RosulNya sejak nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW
.Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakir yang di utus Allah dengan membawa
syariat agama yang sempurna untuk seluruh umat sepanjang masa.Oleh karena itu
agama yang diturunkan Nabi Muhammad SAW tetap berlaku sekarang dan untuk
masa-masa yang akan datang.Ajaran islam telah menegaskan bahwa islam diturunkan
kepada umat manusia tidak lain untuk menyebar luaskan rahmat Allah diseluruh
alam ,sehingga jelas bahwa fungsi utama agama islam adalah sebagai pengayoman
bagi hidup dan kehidupan umat manusia dimana dan kapanpun juga Muhammadiyah
berpendirian bahwa dalam melaksanakan agama hendaknya dilakukan berdasarkan
pengertian yang benar dengan denag jalan ijtihad
dan ittiba.Muhammadiyah dalam agama ,baik bagi kehidupan perorangan
ataupun bagi kehidupan kemasyarakatan dan gerakan adalah dengan dasar-dasar
dengan dilakukannya musyawarah oleh para ahlinya,denagan cara yanmg sudah lazim
dikenal denagn istilah tarjih.
Tarjih
adalah usaha membanding-bandingkan berbagi para ulama ahlinya kemudian
mengambil pendapat yang didukung oleh alasan dalil yang paling laut.
Fungsi dan Misi Muhammadiyah
Berdasar
keyakinan dan cita-cita hidup yang bersumber ajaran islam yang murni
,muhammadiyah menyadari akan kewajibanya berjuang dan mengajak segenap golongan
dan lapaisan bangsa Indonesia untuk mengatur dan membnagun tanah air dan Negara
republik Indoneia sehinga tercapai kebahagian materiil dan spiritual yang di
ridhoi Allah SWA .Semua yang ingin dilaksanakan dan dicapai Muhammadiyah bukanlah hal
yang baru tetapi wajar,sedangkan pola perjuangan muhammadiyah dalam
melaksanakan dan mencapai keyakinan dan ciuta-cita hidupnya dalam masyarakat
Negara republik Indonesia,satu-atunya jalan yang ditempuh ialah menggunakan
dakwah islam dan amar makruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang
sebenarnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada
Rasul-Nya mulai dari nabi adam hingga nabi terakhir yaitu nabi Muhammad
SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan
menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
Rumusan matan keyakinann dan cita-cita hidup
muhammadiah terdiri dari 5 lima angka
5 (lima) angka tersebut dibagi
menjadi 3(tiga) kelompok.
“agama (yakni agama islam yang di bawa oleh nabi
muhammad saw) ialah apa yang diturunkan allah didalam al-qur’an dan yang
tersebut didalam sunnah shahih berupa perintah-perintah dan larangan-larangan
serta petunju-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.”(PUTUSAN
MAJLIS TARJIH)
VISI :
“terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya”
MISI:
1 Menegakan
tauhid yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2 Menyebarka
ajaran islam yang bersumberkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3 Mewujudkan
islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.
3.2 Kritik dan saran
Demikian makalah ini di buat untuk membantu dalam proses belajar mengajar, jika
ada kesalahan maka kami sebagai pembuat makalah ini bersedia menerima kritik
dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini dapat di gunakan
sebagai mestinya, dan mendatangkan manfaat kepada pembaca amin.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar